Beli Edisi Cetak

Kamis, 25 Agustus 2011

Susno Pegang Kunci Kasus Century

Dalam salah satu dokumen Kedubes AS Jakarta yang bocor itu disebutkan bahwa mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji memegang kunci kasus Bank Century.
Namun tak dijelaskan lebih terperinci, apa kunci yang dipegang Susno.

Setelah beberapa waktu menghilang, situs Wikileaks kembali muncul dan membocorkan berbagai dokumen diplomatik Amerika Serikat (AS).

”Susno mungkin tahu lebih banyak dari orang lain terkait penyelidikan Bank Century. Tapi pertanyaannya, apa yang sebenarnya dia tahu dan apakah dia akan tetap bungkam,” bunyi dokumen itu.

Dalam terminologi Cicak vs Buaya yang menyimbolkan perseteruan Polri vs KPK, Kedubes AS menyebutnya sebagai a muzzled crocodile alias buaya yang diberangus. Susno juga disebut pernah curhat kepada pejabat Kedubes AS.

”Dia sangat marah dan mengeluh kepada pejabat Kedubes AS saat tahu ponselnya disadap KPK,” sebut dokumen itu lagi, yang juga berisi penilaian AS bahwa reputasi Polri hancur akibat kasus Cicak vs Buaya.

Selain Susno, ratusan dokumen Kedubes AS yang diunggah Wikileaks juga memuat nama-nama penting lainnya. Misalnya kawat berkode referensi 09JAKARTA1773 yang dibuat pada 23 Oktober 2009 menyebutkan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II yang bisa menjadi sekutu AS. Di bidang ekonomi, ada (mantan) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Menteri Perindustrian MS Hidayat. Mereka sangat disukai pebisnis.

Penunjukan Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menkes juga disambut gembira oleh AS. Endang diakui dekat dengan USAID. Di bidang Pol-hukam, Kedubes AS menyebutkan tokoh kunci yang harus ‘’dipegang’’ adalah Menko Polhukam Djoko Suyanto. Djoko adalah alumnus pelatihan di Nellis Air Force Base, AS.

Menteri yang paling diperhatikan Kedubes AS adalah Menlu Marty Natalegawa. Sampai-sampai Kedubes AS meminta perlakuan khusus terhadap Marty.

Mereka juga meminta Menlu AS Hillary Clinton menghubungi langsung Marty untuk mengucapkan selamat atas keterpilihannya.

Disebutkan pula, Wakil Menteri Pertahanan M Sjafrie Sjamsoeddin ditolak masuk ke AS. Dia masuk daftar cekal yang disebut ‘’00 Hit’’ alias di-blacklist masuk ke Negeri Paman Sam. Status tersebut berlaku sejak 21 September 2006. Sjafrie disebut melakukan dua perbuatan yang membuatnya tidak berhak mendapatkan visa AS, yaitu aktivitas teror atau kekerasan terhadap gerakan radikal di Sulsel pada tahun 2000 serta kasus Timor Timur serta Trisakti 1998.

Dokumen Wikileaks juga memuat informasi tentang keinginan Kedubes AS agar Anton Apriyantono dicopot dari jabatan Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I. Kedubes AS mengirim profil Anton yang bertajuk ‘’Mentan Indonesia: Anatomi Kegagalan’’.

Anton disebut menteri yang tidak punya visi, tidak punya pengalaman, dan tidak jelas saat menangani kasus flu burung. Anton ditunjuk sebagai menteri cuma karena dia politikus PKS yang tengah naik daun.

Anton juga tidak disukai karena pernah tidak mengizinkan apel Washington masuk Indonesia.

AS juga memantau siapa kira-kira yang akan menggantikan Presiden SBY. AS memperkirakan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie akan maju dalam Pilpres 2014.

Itu tercantum dalm dokumen berkode 10JAKARTA68 yang dibuat tanggal 19 Januari 2010 bertajuk

‘’Menatap Pemilu, Parpol di Indonesia Memilih Pemimpin Baru’’.

”(Hatta) Rajasa dan Bakrie akan mulai memosisikan diri mereka sebagai kandidat presiden 2014,” demikian analisis mereka.

Kepentingan Sendiri

Terhadap bocoran Wikileaks tersebut, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi membantah bahwa sejumlah menteri SBY-Boediono menjadi sekutu AS.

”Ah, kurang gawean (kurang kerjaan). Nggak benar itu sekutu-sekutuan, ngapain?” ujar Sudi saat mendampingi Presiden SBY di Cilacap, kemarin.

Adapun Anton Apriyantono mengatakan, penilaian pemerintah AS terhadap dirinya tidak fair. Kedubes AS hanya melakukan penilaian berdasarkan kepentingan sendiri. Namun, Anton mengetahui dengan sadar bahwa dirinya tidak disukai oleh AS. Ada dua hal yang menyebabkan itu, yaitu soal flu burung dan larangan impor apel Washington.

”Flu burung bukan kasus yang tidak akan melebar jauh asalkan dilokalisasi. Kita nggak tinggal diam, kita melakukan langkah-langkah untuk melokalisasi flu burung. Kita ditakut-takuti sehingga kita beli stok tamiflu banyak, tapi akhirnya kan nggak terpakai,” kata dia.

Mengenai pelarangan apel Washington, Anton mengatakan, ”Karena waktu itu apel AS mengandung penyakit dari serangan serangga yang seharusnya tidak boleh (diimpor). Karena itu kita larang,” ucapnya.(CyberNews)

Photobucket