Beli Edisi Cetak

Senin, 30 Januari 2012

Utang RI Tembus Rp 1.803 Triliun, Koalisi Anti Utang Protes

Koalisi Anti Utang mengkritik pemerintah terkait utang Indonesia yang sudah menembus Rp 1.803 triliun. Pemerintah dianggap terlalu bernafsu untuk komitmen berutang namun penyerapannya justru rendah. "Akumulasi utang yang terjadi pada tahun-tahun terakhir ini menunjukkan tidak ada kebijakan pengurangan utang secara signifikan,"tegas Direktur Koalisi Anti Utang Dani Setiawan kepada detikFinance, Senin (30/1/2012). Menurut Dani, pemerintah sampai saat ini belum menganggap beban utang yang besar tersebut sebagai masalah, melainkan lebih menganggap beban subsidi yang saat ini menjadi beban APBN. "Beban utang yang semakin besar tidak begitu dipermasalahkan, yang selama ini dilihat, yang menjadi kambing hitam adalah pembayaran subsidi. Utang belum dilihat masalah besar dalam APBN kita," ujarnya. Selain besarnya jumlah utang, Dani menyoroti masalah utang ini terkait dengan efektifitasnya. Berdasarkan dari data Bappenas, lanjutnya, sekitar hanya 60-70 persen penyerapan utang yang terealisasi. "Jadi pemerintah itu hasrat berutang besar tapi tidak diikuti dengan penyerapan yang maksimal, commitment fee yang bertambah. Inilah beban baru dalam pemerintah," jelasnya. Dani menilai pinjaman program maupun pinjaman proyek memiliki dampak negatif masing-masing. Menurutnya, pinjaman program memberikan kesempatan kepada pihak asing, si pemberi pinjaman, untuk menyusupkan agenda liberal. Sementara untuk pinjaman proyek, ia menilai justru memberikan jalan bagi pihak pemberi pinjaman untuk mengekspor barang dan jasa yang dimilikinya. "Kalau utang program itu untuk restrukturisasi ekonomi, meningkatkan iklim investasi asing, membuka instrumen pembiayaan iklim yang berorientasi mekanisme pasar. Kalau utang proyek justru membuat Indonesia mengimpor baru," jelasnya. Untuk itu, lanjut Dani, pemerintah perlu mengerem untuk menarik pendanaan dari utang meskipun peringkat utang negara Indonesia meningkat. "Jadi mengerem atau menghentikan ketergantungan pinjaman-pinjaman dan penarikan pinjaman baru, mengurangi beban pembayaran utang, dengan begitu kita dapat peluang bisa membiayai sektor publik yang membutuhkan," paparnya. Kemudian, pemerintah juga harus menghilangkan pendanaan dari utang dalam APBN. "Kebijakan anggaran dengan defisit sebagai pintu masuk bagi penerbitan, pemerintah tidak usah anggaran defisit, peluang, bagi kesejahteraan rakyat tapi peluang bagi utang," jelasnya. Pemerintah juga harus mendukung audit utang yang akan dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna meningkatkan keefektivitasan utang negara. "BPK audit utang harus diapresiasi, agar kita dapat kejelasan mengenai efektivitas utang. Apa harus dibayar semua, atau utang yang tidak sah, korupsi, tidak sesuai syarat, nanti dapat diketahui dari audit tersebut," pungkasnya. Seperti diketahui total utang pemerintah Indonesia hingga akhir 2011 mencapai Rp 1.803,49 triliun atau naik Rp 126,64 triliun dalam setahun dibandingkan 2010 yang mencapai Rp 1.676,85 triliun. Secara rasio terhadap PDB, utang pemerintah Indonesia juga naik dari 26% di 2010 menjadi 28% pada akhir 2011. detik.com

Photobucket