Beli Edisi Cetak

Selasa, 21 Februari 2012

Malu, Mahkota Terindah Perempuan

Kini kita kembali ke zaman jahiliyah. Zaman di mana hampir semua orang tidak memiliki rasa malu. Tak terkecuali para perempuannya. Sifat-sifat jahiliyah perempuan: tomboi, membuka aurat, tabarruj (bersolek), campur baur dengan laki-laki, kini sudah mendarah daging.

Rasa malu yang meskinya menjadi mahkota terindahnya sudah tidak lagi terjaga. Dandanan atau style terkini menjadi pilihan utama para perempuan kita. Tak peduli apakah style tersebut mencerminkan diri seseorang seutuhnya (prinsip diciptakan manusia) atau tidak, yang penting mengikuti mode yang ada. Perempuan akan merasa bangga mengikuti mode terkini meski harus menjual harga dirinya sebagai makhluk yang suci.

Sangat sulit saat sekarang untuk tidak mendapati perempuan tak punya rasa malu. Di mana pun tempat selalu menemukannya. Di jalan raya, di kampus, atau di mana pun tempat, selalu terlihat perempuan dengan pakaian minim. Media elektronik dan cetak menampilkan perempuan dengan busana minim. Bahkan di televisi, adegan ciuman dengan lawan jenis bukan lagi menjadi hal yang tabu.

Dengan begitu, maka perempuan akan diremehkan harga dirinya. Kesucian tiada tara, yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, seketika akan menjadi luntur. Luntur karena keindahan kamuflase sesaat. Alhasil, dengan adanya perempuan yang menggunakan pakaian seadannya, bergaul tanpa batas, akan menjadikan laki-laki dengan mudah mengajaknya untuk berbuat yang tidak diperkenankan oleh agama, sosial dan negara.

Seorang laki-laki dipastikan akan menganggap remeh perempuan yang menggunakan pakaian dengan mengumbar auratnya dan/atau bergaul seenaknya. Berbeda dari perempuan yang selalu menjaga diri dengan rasa malunya. Perempuan yang memiliki rasa malu, meski tidak bercadar, akan selalu berpakaian rapi dan menjaga seluruh auratnya.
Perempuan-perempuan yang memiliki rasa malu ini akan memiliki kedudukan lebih tinggi di hadapan laki-laki dan masyarakat. Meski pakaian yang dikenakan tidak semegah yang dikenakan para pengikut mode, namun penghargaan yang diberikan kepadanya akan jauh lebih tinggi. Tidak mungkin seorang laki-laki berpikir untuk berbuat tidak senonoh kepadanya, apalagi hingga melakukan aksi. Kaum laki-laki dipastikan akan menghargai keberadaannya.

Bukan hanya dalam keseharian penghargaan perempuan yang memiliki rasa malu menduduki posisi lebih tinggi dibanding dengan perempuan yang hilang rasa malunya. Saat seorang laki-laki akan membangun rumah tangga, dipastikan seorang laki-laki akan memiliki perempuan yang memiliki rasa malu. Dengan perempuan yang memiliki rasa malu, dirinya meyakini akan memulai mendirikan bangunan rumah tangga yang menyejukkan hati.

Perempuan yang memiliki rasa malu dipastikan memiliki rasa amanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan tanpa rasa malu. Mereka akan menjaga nama baik suaminya, sabar, dan dapat diharapkan menjadi istri yang baik. Dirinya akan setia semenjak dunia hingga akhirat. Dan inilah sebenarnya hakikat pernikahan, bukan sekadar jalan melampiaskan nafsu dunia belaka.

Berbeda dari perempuan tanpa rasa malu. Dirinya dipastikan hanya menjadi istri yang dapat membahagiakan sesaat. Dirinya akan dinikmati suaminya dalam jangka yang relatif singkat. Seorang suami dipastikan akan cepat bosan dengannya, karena jika dirinya menyukai perempuan tanpa rasa malu, berarti dirinya hanya mencinta karena nafsu. Dan dipastikan dirinya akan cepat bosan. Apalagi saat menjadi istri, seorang perempuan dengan tanpa rasa malu akan meminta hal-hal yang jauh di luar kemampuan suaminya.

Peradaban

Disadari atau tidak, perempuan adalah tongkat estafet peradaban. Perempuan yang memiliki rasa malu akan menghasilkan peradaban luhur. Perempuan tanpa rasa malu akan menghasilkan peradaban negatif.
Saat seorang perempuan telah menjadi ibu, dirinya akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Apapun yang dilakukan perempuan (baca: ibu) akan selalu terekam kuat dalam memori anak-anaknya. Mereka akan menirukan segala jenis perilaku dan ucapan yang ada pada ibunya. Maka dari sinilah saat ibu salihah, maka anak dimungkinkan besar akan menjadi anak yang salih dan salihah. Saat ibunya tidak salihah, jangan harap anaknya menjadi salih dan salihah.

Maka tidak heranlah saat Rasulullah Muhammad SAW sejak jauh hari sudah berpesan: ’’Jika Allah hendak menghancurkan suatu kaum (negeri), maka terlebih dahulu dilepaskannya rasa malu dari kaum itu.’’ (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Perempuan adalah tiang negara, hancur atau majunya suatu negara tergantung bagaimana kondisi perempuan yang ada di dalamnya. CyberNews

Photobucket