Beli Edisi Cetak

Rabu, 07 Maret 2012

Moratorium Remisi Kalah, Menkumham Dituntut Mundur

Gugatan tujuh terpidana korupsi terhadap moratorium remisi yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (7/3). Dengan demikian, ketujuh terpidana korupsi tersebut akan langsung bebas.

Diwakili kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, tujuh penggugat itu meminta PTUN membatalkan surat keputusan Menkumham Amir Syamsuddin tentang pengetatan remisi untuk koruptor. Alasan mereka, moratorium remisi itu tidak sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Ketujuh penggugat itu adalah Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Suhardiman, dan Hengky Baramuli (terpidana kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia), Hesti Andi Tjahjanto dan Agus Widjayanto Legowo (terpidana korupsi PLTU Sampit), serta Mulyono Subroto dan Ibrahim (terpidana pengadaan alat puskesmas keliling Kementerian Kesehatan).

"Jadi meski besok ada banding dan kasasi, mereka yang sekarang dipidana di lembaga pemasyarakatan dan mengajukan gugatan harus dibebaskan," tegas Yusril Ihza Mahendra di PTUN Jakarta, kemarin.

Yusril mengatakan, pertimbangan-pertimbangan hukum majelis hakim PTUN tegas mengatakan bahwa surat keputusan Menkumham bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Yang kedua, lanjut dia, keputusan Menkumham bertentangan dengan asas-asas hukum pemerintahan yang baik karena tidak dilakukan berdasarkan prosedur yang benar dan ketetuan-ketentuan yang berlaku di bidang pemasyarakatan.

"Karena itu, gugatan terhadap pemohon dikabulkan dan menyatakan bahwa surat keputusan Menkumham harus dicabut dan batal demi bukum, memerintahkan kepada yang bersangkutan untuk mencabutnya," tambah Yusril, yang juga mantan Menkumham.

Ketujuh terpidana korupsi itu awalnya mendapatkan pembebasan bersyarat (PB) pada 30 Oktober 2011. Namun PB tiba-tiba dibatalkan setelah Kemenkumham melkukan moratorium remisi pada 31 Oktober 2011. Anehnya, surat keputusan tentang pengetatan remisi itu baru diteken Amir Syamsuddin pada 16 November 2011.


Amir Syamsuddin mengaku legawa menyikapi putusan PTUN Jakarta tersebut. Amir berjanji mematuhi keputusan pengadilan.

"Saya menghormati dan akan mematuhi putusan tersebut," kata Amir melalui pesan singkatnya, Rabu (7/3).

Senada, Wamenkumham Denny Indrayana mengatakan, pihaknya akan menghormati putusan pengadilan. Meski begitu, Denny berpendapat, pengetatan pembebasan bersyarat pada napi korupsi adalah tindakan yang harus dilakukan untuk perjuangan bagi Indonesia yang lebih antikorupsi.

"Saat ini kebanyakan putusan bagi terpidana korupsi masih sangat ringan, sehingga obral remisi dan pembebasan bersyarat tidak akan memberikan efek jera dan sangat melukai rasa keadilan masyarakat," ujarnya.

Denny juga menyayangkan pengadilan tidak menangkap kehausan masyarakat agar remisi dan pembebasan bersyarat tidak lagi diobral bagi koruptor. "Meski begitu, putusan pengadilan wajib dihormati," tegas Denny.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil, mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera mencopot Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana.

"Mendesak Presiden agar segera mencopot Menkumham dan Wamenkum karena telah melawan UUD 1945 dan asas-asas pemerintahan umum yang bersih dan berwibawa," ujar Nasir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Tuntutan serupa dikemukakan oleh Bambang Soesatyo dari Partai Golkar. Bedanya, Bambang lebih sreg jika Amir dan Denny mundur, bukan dicopot. CyberNews

Photobucket